Dalam menjaga kesehatan fisik tubuh, pikiran sadar dan bawah sadar merupakan aktor utamanya. Penelitian telah menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh dimulai terlebih dahulu dengan sistem perilaku kekebalan tubuh, yaitu menjaga kesehatan dengan cara menghindari orang yang bisa membuat kita sakit.
Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bukti baru mengenai hubungan tersebut, namun dalam arah yang berbeda yakni dari reaksi kekebalan fisiologis ke reaksi psikologis.
"Ketika orang baru saja sakit, sistem fisiologis kekebalan tubuh baru saja diaktifkan. Mereka cenderung lebih memperhatikan dan menunjukkan perilaku menghindar terhadap wajah sakit yang dapat mereka baca, seperti ruam atau bersin sebagai tanda penularan," kata psikolog Universitas Kentucky, Saul Miller. Miller yang melakukan penelitian dengan Jon K. Maner dari Florida State University seperti dikutip eurekalert.org, Jumat (9/9/2011).
Dua percobaan menunjukkan bahwa orang yang baru saja sakit lebih waspada dalam memperhatikan dan menghindari orang lain yang mungkin membuat mereka sakit.
Percobaan pertama, wajah-wajah orang sakit dan normal ditampilkan pada layar. Ketika wajah-wajah tersebut menghilang, muncul lingkaran atau persegi di layar dan peserta harus menekan tombol secepat mungkin untuk menunjukkan bentuk yang mereka lihat. Ketika wajah muncul dalam porsi yang berbeda dari layar, peserta harus mengalihkan perhatiannya untuk itu.
Ketertinggalan dalam pengalihan perhatian menunjukkan banyaknya perhatian yang diberikan pada wajah tersebut. Setelah 80 percobaan, peserta menjawab kuesioner tentang apakah mereka merasa sakit, misalnya 'merasa terpengaruh oleh cuaca' atau 'baru saja terserang pilek atau flu'. Jika mereka menjawab 'iya', kapankah itu? terhitung dari hari ini hingga setahun yang lalu atau lebih. Pertanyaan lain mengukur perasaan peserta mengenai kerentanan terhadap penyakit dan kuman.
Hasilnya, terlepas dari kekhawatiran yang disadari, mereka yang baru saja sakit lebih memperhatikan wajah sakit daripada wajah orang normal. Sedangkan mereka yang tidak sakit tidak menunjukkan perbedaan waktu reaksi.
Dalam percobaan kedua peserta harus mendorong joystick dalam menanggapi wajah sakit dan menarik joystick untuk menanggapi wajah normal. Mendorong joystick mengindikasikan penghindaran, dan sebaliknya, menarik menunjukkan pendekatan.
Semua orang dengan cepat untuk menjauhkan joystick untuk wajah sakit atau menariknya untuk wajah yang normal. Tetapi mereka yang sudah sakit ternyata lebih cepat menghindari wajah sakit daripada mereka yang masih sehat. Dan semakin lama mereka sakit, semakin cepat mereka mendorongnya.Sedangkan orang yang tidak sakit tidak menunjukkan perbedaan.
"Ketika kita sakit, kita cenderung berprasangka terhadap orang-orang yang berstereotip memiliki penyakit, seperti orang gemuk, orang tua, dan orang asing. Menghindari orang yang mungkin dapat membuat kita sakit merupakan bawaan perilaku ketika kita sakit," kata Miller. source
Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bukti baru mengenai hubungan tersebut, namun dalam arah yang berbeda yakni dari reaksi kekebalan fisiologis ke reaksi psikologis.
"Ketika orang baru saja sakit, sistem fisiologis kekebalan tubuh baru saja diaktifkan. Mereka cenderung lebih memperhatikan dan menunjukkan perilaku menghindar terhadap wajah sakit yang dapat mereka baca, seperti ruam atau bersin sebagai tanda penularan," kata psikolog Universitas Kentucky, Saul Miller. Miller yang melakukan penelitian dengan Jon K. Maner dari Florida State University seperti dikutip eurekalert.org, Jumat (9/9/2011).
Dua percobaan menunjukkan bahwa orang yang baru saja sakit lebih waspada dalam memperhatikan dan menghindari orang lain yang mungkin membuat mereka sakit.
Percobaan pertama, wajah-wajah orang sakit dan normal ditampilkan pada layar. Ketika wajah-wajah tersebut menghilang, muncul lingkaran atau persegi di layar dan peserta harus menekan tombol secepat mungkin untuk menunjukkan bentuk yang mereka lihat. Ketika wajah muncul dalam porsi yang berbeda dari layar, peserta harus mengalihkan perhatiannya untuk itu.
Ketertinggalan dalam pengalihan perhatian menunjukkan banyaknya perhatian yang diberikan pada wajah tersebut. Setelah 80 percobaan, peserta menjawab kuesioner tentang apakah mereka merasa sakit, misalnya 'merasa terpengaruh oleh cuaca' atau 'baru saja terserang pilek atau flu'. Jika mereka menjawab 'iya', kapankah itu? terhitung dari hari ini hingga setahun yang lalu atau lebih. Pertanyaan lain mengukur perasaan peserta mengenai kerentanan terhadap penyakit dan kuman.
Hasilnya, terlepas dari kekhawatiran yang disadari, mereka yang baru saja sakit lebih memperhatikan wajah sakit daripada wajah orang normal. Sedangkan mereka yang tidak sakit tidak menunjukkan perbedaan waktu reaksi.
Dalam percobaan kedua peserta harus mendorong joystick dalam menanggapi wajah sakit dan menarik joystick untuk menanggapi wajah normal. Mendorong joystick mengindikasikan penghindaran, dan sebaliknya, menarik menunjukkan pendekatan.
Semua orang dengan cepat untuk menjauhkan joystick untuk wajah sakit atau menariknya untuk wajah yang normal. Tetapi mereka yang sudah sakit ternyata lebih cepat menghindari wajah sakit daripada mereka yang masih sehat. Dan semakin lama mereka sakit, semakin cepat mereka mendorongnya.Sedangkan orang yang tidak sakit tidak menunjukkan perbedaan.
"Ketika kita sakit, kita cenderung berprasangka terhadap orang-orang yang berstereotip memiliki penyakit, seperti orang gemuk, orang tua, dan orang asing. Menghindari orang yang mungkin dapat membuat kita sakit merupakan bawaan perilaku ketika kita sakit," kata Miller. source
No comments:
Post a Comment